Kamis, 24 November 2016

Nisa Pudu Dompu, Savana Mungil di tengah Teluk Saleh


Aktivitas traveller makin hari nampaknya sudah menjelma menjadi kebutuhan pokok masyarakat modern saat ini, yah itu tak terlepas dari gaya hidup serta trend kekinian, khususnya bagi para penggila medsos. Kali ini saya akan berbagi buat lenga sekitaran Bima dan Dompu, salah satu tempat yang cukup asyik buat menghabiskan waktu di akhir pekan. Tempat ini mulai populer dalam enam bulan terakhir, dan katanya populernya pun berkat postingan warga medsos. Letak tempat ini di Desa Soro Kecamatan Kempo Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat. 



Nisa Pudu, ya masyarakat sekitar menyebutnya seperti itu, bila diartikan dalam bahasa Indonesia Nisa Pudu berarti Pulau Kecil atau Secuil Pulau. Dari namanya tentu lenga dan sobat bisa membayangkan seperti apa sih daya tarik pulau ini. Nisa Pudu terdiri dari dua pulau, satunya memiliki ukuran cukup luas dengan sebuah bukit indah menjulang setinggi 50 meter, serta satu pulau lagi berdiameter 7 meter terdiri dari bongkahan batu karang, yang letaknya terpisah sekitar 10 meter dari pulau induk, pulau kecil ini lah yang dimaksud oleh warga sekitar sebagai pulau pu'du.




Untuk sampe ke Nisa Pudu, lenga harus menyeberang laut menggunakan boat lebih kurang sekitar 30 menit, untuk transportasi warga di sekitaran desa Soro kecamatan Kempo Dompu siap 24 jam mengantarkan pengunjung dengan tarif 25 ribu perorang, atau bisa mencarter boat nelayan dengan harga sekitar 250.000 - 350.000 rupiah untuk perjalanan pulang pergi. Kecamatan Kempo bisa ditempuh sekitar 1 jam dari pusat kota Dompu, atau sekitar 2.5 jam dari kota Bima.

Di dekat pasar Kempo, sebaiknya lengan sedikit memperlamban kecepatan kendaraan, karna gang menuju dermaga penyebarangan ke Nisa Pudu tepat berada di ujung tikungan serta samping pasar. Namun pada umumnya disekitar pasar ini lenga bisa bertanya untuk layanan penyeberangan menuju Nisa Pudu, insyaallah masyarakat setempat dengan suka rela akan menunjukkan beberapa boat nelayan yang memberikan jasa penyeberangan. 

Saya bersama 6 kawan tiba di dermaga Soro sekitar pukul 11 siang. Karena perjalanan dari Bima ke Kempo cukup lama membuat perut kami sedikit lapar, kami pun memutuskan untuk makan terlebih dahulu di warung sekitar pasar Soro. Setelah keyang kami pun berangkat menggunakan boat yang sudah disiapkan sebelumnya oleh seorang kawan. 

Jadi bagi lenga yang malas membawa makanan, sebaiknya mengenyangkan diri dulu, maklum di Nisa Pudu belum ada penjual, jadi snack serta air minum jangan sampai lupa. Saat itu, perjalan kami tempuh sekitar 30 menit, maklum air laut lagi tenang jadi boat yang kami tumpangi melaju dengan cepat dan tanpa gelombang. 

Beberapa saat sebelum tiba di pulau, dari jauh terlihat sebuah pulau kecil hijau, di bagian bibir pantai di penuhi oleh sejumlah pengunjung yang tengah berenang.




Komentar saya pertama kali menginjakan Nisa Pudu, wooww kereennn. Berpasir putih serta warna laut biru toska ini adalah menu wajib bila berkunjung ke pantai. Tapi, memang saat kami berada disana, cuaca cukup cerah, sehingga membuat saya kurang tahan untuk terus terusan berada dipingir pantai. Saya pun mencari tempat berteduh di pepohonan yang tumbuh di Nisa Pudu.

Dan beruntungnya pada bulan November ini, daratan Nisa Pudu menghijau dengan savana mungil ilalangnya. Perpaduan hijaunya ilalang,  biru laut dan putih pasir jadi paket komplit buat vitamin sea-nya lenga. Jadi bagi penggemar pulau kecil bersavana, jangan lupa untuk datang ke Nisa Pudu. 




Di Nisa Pudu, pengunjung bisa memilih beraneka ragam aktivitas untuk menghabiskan waktu bersama teman dan saudara. Bagi yang suka berenang, bisa dibilang disini tempatnya, letaknya yang berada ditengah perairan teluk Saleh, tentu membuat arus di sekitar Nisa Pudu cukup tenang dan aman untuk berendam, air yang jernih dan bersih menjadi kelebihan tersendiri bagi perairan di sekitar pantai ini, tak hanya itu bagi lenga yang hobi snorrkling, terumbu karang disini juga cukup asri.

Untuk lokasi renang saya sarankan di sebelah timur pulau ini, karena pantainya yang berpasir lembut dan cukup bersih. Semenatra disebelah barat sedikit berbatu, dan terdapat ubur ubur putih, yang kata warga setempat bila disentuh akan membuat gatal kulit. Meski suasana lautnya cukup tenang, para orang tua yang membawa anak, sebaiknya selalu waspada mengawal buah hati bermain agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan. 



Untuk menarik minat wisatawan ke Nisa Pudu, para pemuda Kempo Soro menyediakan beberapa arena untuk spot berkumpul serta berfoto, seperti ayunan yang sengaja di gantung dipepohonan serta di puncak bukit dan bibir pantai. Pemandangan dari atas bukit ini sangatlah indah karena menghadap ke arah bukit Pudu, banyak dari pengunjung mengabadikan moment mereka di lokasi ini. Menurut saya dari  lokasi ini merupakan spot yang paling ter untuk melihat sunset alias matahari terbenam di ufuk Barat. 




Cukup dengan satu jam, kita bisa mengelilingi area ini, memang area ini tak begitu luas, puas mandi dan berfoto waktunya makan makan deh, nelayan disini juga menyediakan ikan segar, pengunjung tinggal meminta tolong ke pemilik perahu atau nelayan yang ada di desa Soro, untuk bisa dicarikan atau dibawakan ikan ke lokasi. Atau sebelum berangkat pengunjung bisa singgah di pasar trandisional Kempo untuk membeli ikan, untuk Bima Dompu, harga ikan satu kilogram sekitar 35-40 ribu.

Bagi yang suka memancing, jangan lupa bawa pancingannya, disini tidak perlu menunggu lama mendapatkan hasil pancingan, seperti mas yang sempat saya temui di pinggir pantai kemarin, hanya lima menit ikan pun sudah bertengger di mata kailnya.

Usai makan ikan ataupun snack, sampahnya jangan dibuang sembarangan, beberapa bak sampah sudah disiapkan oleh warga setempat untuk menjaga kebersihan pulau. 

Dan sebagai rasa peduli terhadapat keasrian Nisa Pudu, seminggu sekali para pemuda Soro bersama permerhati lingkungan, dengan swadaya serta inisiatif sendiri, membersihkan sampah sampah yang berserakan di pulau mungil ini, menurut saya semangat warga ini pantut dicontoh khususnya bagi warga yang berada di sekitar areal wisata. 



Bagi yang senang berkemah, pulau ini juga bisa dijadikan destinasi bermalam, lenga tinggal atur jadwal dengan rekan lainnya untuk menikmati bintang malam bersama.

Meski Nisa Pudu mulai tiap akhir pekan dikunjungi oleh ratusan pelancong, namun pengelolaan wisata satu ini masih dilakukan secara swadaya dari masyarakat sekitar. Bahkan untuk masuk ke pulau ini tidak dipunggut biaya alias gratis. Sebagai gantinya masyarakat lokal berharap para pengunjung bisa menjaga keasrian dan kebersihan pulau, untuk kenyamanan pengunjung lainnya. 




Sekitar pukul 5 sore kami pun menyudahi holiday pantai kami, gelombang laut cukup tinggi lantaran tengah surut, sehingga perjalan kami tempuh lebih dari satu jam, dan karena air surut, boat kami tidak bisa menepi ke pantai sehingga terpaksa kami harus berjalan di tengah lautan lumpur menuju pantai. 

Saat weekend Nisa Pudu saya rekomendasikan deh buat menghabiskan waktu bersama kawan serta keluarga tercinta.

 Happy holiday 
And keep clean our nature

Senin, 08 Agustus 2016

Ke Pantai Pink dan Teluk Ranu Bima Yuk

 
Pantai Pink Bima

Hei sudah tau ga lenga, kalo Pantai Pink ada juga loh di Bima, penasaran penasaran penasaran kan?
Pantai Pink mungkin lebih kerap kita dengar berada di Propinsi NTT atau di kabupaten Lombok Timur NTB. Tapi jangan salah, di Bima juga terdapat sebuah pantai yang memiliki pasir berwarna merah muda, masyarakat serta nelayan setempat menyebutnya sebagai Pantai Pink.
Jadi khusus bagi warga Bima ga perlu jauh jauh berkendaraan serta mengeluarkan uang lebih keluar kota untuk bisa melihat keindahan pasir berwarna pink ini, cukup di sini, cukup di kecamatan Lambu.

Beberapa kali ada open trip  menuju tempat ini saya  lewatkan, maklum waktunya selalu tidak bertepatan dengan isi kantong dan waktu-ku,  alhasil bagaimana sih yang namanya pantai pink ini selalu terbayang bayang di kepala. Sampai akhirnya tepat beberapa hari sebelum puasa Juni lalu, ada teman yang ngajak untuk berkeliling mengeksplore selat Sape.
Jadi tujuan jalan jalan yang dipilih kali ini yakni ke teluk Ranu, Pulau Kelapa dan Pantai Pink. ketiga tujuan tersebut akan kami tuntaskan selama sehari full.


Meski ombak tinggi tetep action okee :p
Sekitar pkl 12.00 wita kami kumpul di pelabuhan Sape, dan langsung menaikkan beberapa barang menuju boat yang kami sewa. Total sewa boat 1.8 juta rupiah, dengan rincian sewa boat satu hari 1.5 juta dan 300 ribu sebagai upah si nelayan nungguin seharian.

Boat kami melaju menuju tujuan pertama yang paling jauh yakni di teluk Ranu, dari pelabuhan Sape, perjalanan menuju teluk Ranu ini kami tempuh selama 3 jam, ombak   yang cukup tinggi serta arus yang kuat, membuat debar debar dihati tiada henti. tengok ku tengok, ternyata teluk Ranu posisinya di bagian timur dari pegunungan Nangakala. Dan untungnya meski berada di pelosok, disini full signal loh lenga, ada BTS menjulang di atas pegunungan.


View teluk Ranu
Jadi berbeda dengan perjalanan menuju teluk ini yang ombaknya super ngamuk, di teluk Ranu airnya sangat tenang, namanya juga teluk ye hehe.
Sesampai di teluk ini kita akan disambut dengan suasana pegunungan yang hijau, serta air laut yang jernih nan tenang. 
Sedikit bercerita sesampai kami diteluk ini, dua buah kapal nelayan langsung bubar kabur karna dikira kapal yang kami tumpangi kapal patroli polisi haha, tau taunya dua buah kapal tersebut biang rusuh di laut alias kapal nelayan yang suka ngebom ikan disekitaran selat Sape.


Kembali ke suasana teluk Ranu, sebagian pantainya berpasir putih dan berkerikil. Di teluk Ranu, saya bersama teman teman khusus datang untuk melakukan sknorkling, jadi teman teman yang sudah menyiapkan alat langsung nyebur deh. Disini karang serta ikannya masih asri alami, karang karang muda ini bisa lenga mulai dapati di kedalaman  sekitar 3-5 meter.


Snorkling di teluk Ranu
Puas menyelam di teluk Ranu, saya dan rekan rekan lainnya bertolak menuju pulau Kelapa, sejam kemudian kami pun sampai. 


View pulau kelapa
Lantaran hari sudah mulai gelap, kami pun memutuskan untuk membangun tenda di pinggir pantai saja dan esok paginya baru melanjutkan perjalann menuju puncak bukit pulau kelapa. Kebetulan di sekitaran tempat kapal kami bersandar, ada gubuk warga yang tengah berkebun, kami pun permisi numpang untuk menggunakan lahan semalam, dan warga yang ternyata berasal dari kecamatan Lambu ini pun dengan senang hati mempersilakan kami menginap.


Bintang pun mulai menghias malam, untuk menghangatkan suasana yaah saatnya menyalakan api unggun. Tapi tunggu dulu ada api unggun, pinggir pantai pula, sepertinya kurang lengkap rasanya tanpa ikan terpanggang diatas bara api. Yup salah satu teman pun berinisiatif membeli ikan di nelayan yang tengah mencari ikan disekitaran pulau kelapa, beruntung bapak pemilik kebun menawarkan diri untuk mengantar dengan sampannya. Dan ternyata waaaoowww apa lagi sih, tentunya ini pengalaman yang tak terlupakan bagi teman teman saya yang dari Jakarta itu, bermodalkan uang seratus ribu, ikan ikan yang kami dapat cukup banyak dan segar segar. oke lengaa saatnya pesta ikan bakar yuk...
Usai santap malam dengan ikan bakar serta sambal goreng  pedas ala Lombok, kami pun istrihat.

Sekitar pukul 5 pagi, usai sholat subuh, kami mulai bersiap melakukan pendakian menuju puncak bukit pulau kelapa ini, ngarepnya sih bisa sunrise di atas, tapi yaahh liat dulu kemampuan dan kekuatan nanjak tubuh ini yahhh lenga hihiii.


View Pulau Kelapa
Perjalanan sekitar 1,5 jam dengan menanjak dan menuruni bukit, cukup capeklah bagi saya yang bukan anak petualang gunung. Meski ga sempat menikmati sunrise dari op bukit pulau kelapa, tak apa lah tetap bisa menikmati keindahan bentangan pantai berpasir putih, dan gugusan bebatuan menjulang  di sisi pantainya. Mantaff pokoke.


View Puncak Pulau Kelapa
Usai menikmati keindahan pulau kelapa, kami pun menuju tujuan terakhir kami yakni pantai Pink, mendengar namanya tentu bisa ketebak kan kenapa pantai ini dinamai pantai Pink, yuppp bagi lenga yang sempat menebak kalo pantai ini berpasir merah muda, tepat sekali deh.



Pantai Pink
Dari Pulau kelapa atau pelabuhan sape, lokasi pantai yang msaih berada di kecamatan Lambu ini bisa di tempuh dengan perjalanan sekitar 1.5 hingga 2 jam.  Berada di pantai ini berasa seperti pantai milik sendiri, maklum pantai ini sungguh sangat sepi, lantaran letaknya yang cukup jauh serta terpisah dari hirukpikuk keramaian penduduk.


Pantai Pink
Pantai berpasir  merah muda ini memiliki garis pantai yang cukup panjang dengan warna laut biru tosca, kalo teman teman gw bilang berasa berenang di kolam bintang lima saking bersih airnya.
 

Berenang di pantai Pink

Saat kami sampai, matahari lagi terik teriknya, jadi warna merah muda  dari pasir sedikit silau alias keputih-putihan. Kalo lenga bisa datang lebih pagi, warna merah muda dari kikisan karangan yang mengendap dipasir akan menjadi latar aduhaiii berfoto.



Pantai Pink
Dari atas bukit disekitaran pantai pink, kita bisa menikmati gugusan pulau karang yang tertata apik di lepas teluk Sape. Oh iya areal pantai pink ini masih merupakan wilayah konservasi BKSDA yang tentunya dilindungi oleh negara.




Belakangan ini, para pecinta motor trail kerap datang ke pantai yang juga di sebut "toro mbala" melalui jalur darat yakni dari desa Nggelu Kec Lambu, namun tentunya dengan jarak tempuh yang lebih lama, maklum akses jalan menuju daerah ini masih berupa jalan setapak dan semak diatas perbukitan.

Diatas perbukitan di pantai Pink ini juga cukup oke kok untuk dijadikan spot berfoto.






credit by om ray :) 
Puas berenang kami pun kembali, di jalan pulang kita juga akan melewati dua pantai yang berada di sekitar desa Labuanbajo Sape seperti pantai Pasirputih dan pantai Santigi. Sejam kemudian, kami pun tiba di pelabuhan Sape.


Pantai pasir putih Sape
Jadi bagi lenga yang datang ke sini keep clean yaa alam kita.


Senin, 06 Juni 2016

Pulau Ular Laut Wera

Ular laut Pai
Assalamualaikum lenga, apa kabar? Puasa pertamanya lancarkan, aamiin, semoga lancar sampe Idul Fitri nanti yaaa.
Kali ini saya akan berbagi perjalanan ke salah satu tempat unik yang berada di bagian tenggara kabupaten Bima, tepatnya di desa Pai. Desa Pai ini merupakan desa paling timur  yang berada di kecamatan wera. Nah bagi lenga yang ingin merasakan bagaimana sih rasanya menjadi ratu atau raja atau soulmate nya ular,  kayanya  ga boleh lewatin untuk datang ke sini ke "Pulau Ular".

Mungkin mendengar sebutan pulau ular sedikit angker di telinga, maklum hewan melata satu ini, termasuk saya juga cukup takut menghadapinya, apa lagi harus memegangnya. Namun tidak demikian bila dengan ular ular di Pulau karang berbatu ini. Ular laut di sini cukup cukup lucu lucu jinak dan bisa diajak bermain seperti kelinci dan kucing di rumah hehe.

Oke lenga saya akan memulai membahas tata cara menuju pulau ular ini.
Bagi lenga di Bima, tentu sudah pada tau kan dimana posisi kecamatan Wera itu, nah bagi yang masih meraba-raba lokasi, siapkan kendaraan beserta bensin yang cukup. Untuk menuju kecamatan Wera, dari kota Bima maka lenga ambil jalur jalan raya Jatiwangi - Wera. Dari Bima hingga pusat kecamatan Wera di desa Tarwali, dapat ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam, meski sempit, kondisi jalan di jalur ini cukup baik.

kondisi jalan desa Pai
Nah perjalan dari desa Tarwali menuju desa Pai sepertinya lenga harus belajar ilmu sabar, sebab 95 persen jalannya rusak bahkan tak beraspal, Lemboade. Dari desa Tarwali ini lenga ambil jalur yang menuju arah timur, sepanjang perjalanan akan terlihat pemandangan bukit nan gundul, serta beberapa alat berat yang tengah  cetak sawah baru.... (saat saya melintas seperti ini pemandangannya).

2 jam mengarungi jalan berkrikil, tibalah saya di desa Pai, tak seperti daerah yang dilewati sebelumnya, disini sawah hijaunya cukup luas, dengan mata air yang cukup. Dari yang saya lihat desa Pai cukup ramai untuk sebuah desa yang berada dipelosok.

Gapura masuk ke wisata pulau ular
Tepat di samping SMP yang berada di desa Pai terdapat gapura yang akan menyambut lenga untuk menuju wisata pulau ular, gapura ini merupakan pintu masuk menuju pantai Oi Caba desa Pai. Dari pantai ini lah biasa perahu nelayan bersandar guna  memberi jasa antar menuju pulau ular. Cukup membayar Rp. 10.000 ke para  nelayan ini,  15 menit kemudian maka lenga sudah bisa mendarat lagi di pulau ular. Biasanya anak anak yang kebetulan  bermain di pantai akan dibawa serta  sebagai guide lenga di pulau ular. 

Pulau Ular
Pulau ular sendiri berada ditengah perairan Wera  tepatnya di sebelah timur, pulau ini memang sangat unik, bukannya di huni oleh manusia malah di huni oleh ratusan ular laut. Species ular laut ini sangat terkenal dengan bisa yang paling kuat, melebihi king kobra loh. Warna dari ular laut ini cukup nyentrik  menurut saya, dasar warna kulit ular ini silver dengan kombinasi warna hitam yang melingkar di bagian tubuhnya seperti gelang, dengan postur warna yang seperti itu orang orang juga menyebut ular ini sebagai ular laut gelang. Panjangnya ular ini berkisar 50 cm hingga 1 meter, bila dipegang kulitnya luarnya terasa sedikit kesat, serta bagian ekornya lucu deh pipih kaya sirip  ikan.

Nah pada siang hari, ular ular ini akan bersembunyi di tebing bebatuan pulau untuk beranakpinak, malam hari ular ular ini mulai keluar untuk mencari makanan disekitaran pulau, makanannya berupa kepeting kepiting kecil maupun ikan yang berada di dekat karang pulau.

Anak dari desa pai sedang mencari Ular laut
Otomatiskan kalo lenga datang kesana bingung karna hanya mendapati pulau batu sepi saja, oleh karna itu anak anak yang biasanya ikut serta perjalanan akan mulai mencari buat pengunjung ular ular yang tengah bersembunyi di dalam tebing.  Awalnya ngeri dan sanksi, ini para bocah beneran bisa nyari dan berani pegang ular, tapi uughhh ga butuh  lama lenga satu dua tiga dan puluhan ekor ular sudah dikumpulin aja sama anak anak desa Pai, nyari ularnya persis kaya metik jambu batu lah.

Konon, orang orang lokal ini memang sudah perpadu jiwa dengan ular ular ini, tingga di panggil atau di cari sebentar saja udah bisa nemu deh, dan ular ular ini katanya juga haruslah dipegang terlebih oleh warga lokal sebelum disentuh para pengunjung, agar tak mengigit dan menerkam.

Pengunjung sedang bermain dengan Ular laut
Setelah terkumpul banyak, silahkan deh lega bermain sepuasnya dengan ular ular lucu ini, berfoto ala ratu ular oke di cium di peluk,  dililit di leher silahkanlah sesukanya bergaya. Ular ini ga perlu di pegang terlalu erat, nanti malah meronta kesakitan lenga. Ular ini cukup jinak. TAPI ingat ya meski 
begitu tetap hati hati  lenga ular ini BERBISA BERBISA BERBISAH....

Puas bermain bersama ular, lengan bisa naik ke atas pulau untuk menikmati keindahan laut perairan Wera. Dari atas pulau ini kita bisa melihat pemandangan gunung Sangeangapi sebelah barat serta pemandangan gili banta yang berada di sebelah timur pulau. Air laut disekitar pulau sangat jernih dengan biota laut yang masih terjaga keasriannya.

Suasana diatas Pulau ular

Di atas pulau batu berukuran sepanjang kurang lebih 15 meter ini ditumbuhi ilalang serta dua buah pohon kamboja. Di masyarakat sekitar terdapat sebuah legenda, konon dahulu kala sebuah kapal terdampar diperairan Wera lalu menjelma menjadi Pulau. Sementara para ABK dan penumpang berubah menjadi ular, serta dua kamboja ini merupakan jelmaan tiang kapal.

Ular laut
Bagi lenga, jangan sekali kali membawa ular ular ini keluar dari pulau, warga lokal percaya bagi siapa yang melanggar maka akan mendapat musibah hingga kematian.
Jadi intinya biarkan hewan hewan ini hidup dihabitat alaminya, dengan begitu ular laut desa  Pai bisa tetap lestari hingga ribuan tahun ke depan.





Selasa, 17 Mei 2016

Pemandian Sonco Ncera


Bima memang selalu diberi limpahan anugerah sinar matahari yang tiada kira, jadi kalo merasa gerah sangatlah wajar di daerah ini, dan kalo sudah begitu pasti bawaannya mau nyebur ke tempat yang seger seger.
Nah kemarin, saya merasa cuaca sangat panas dan pengen banget ke tempat yang adem adem, salah seorang teman ngajak nih ke pemandian Ncera. Awalnya mikir "wah diajak mandi ke bendungan nih"  maklum di ncera terdapat sebuah ebndungan besar untuk irigasi pertanian disekitar kecamatan belo woha dan palibelo bima. Bayanginnya saja udah rada rada ga semangat, tapi, ya timbang begong
ikut aja itung itung bisa bareng dan bersenang senang dengan teman teman.

Motor pun melaju hingga diujung kecamatan Belo yakni di desa Ncera, disini sedikit ada pengalaman kurang menyenangkan, pas keluar dari perkampungan warga, saya dihadang ma bocah bocah yang minta jatah alias malak, menganggu sekali, saya rasa hal seperti ini jangan dibiarkan berlarut larut oleh pemerintah setempat, agar tidak menganggu kenyamanan berkendara.


Jalan menuju ke pemandian ini sedikit berada diatas bendungan Ncera, lenga lihat lihat sajalah jalan turunan dari jalan aspal disekitar bendungan alias pake feeling. Disini ada dua buah air terjun yang disebut warga setempat air terjun Sonco Ncera. Airnya yang sangat segar sangat cocok nih buat hilangin gerah en keringat gegara matahari Bima wkwkkkw.
 


Nyebur yukkk....



Ayooo mandi di kali..........

Ayo Ke Pulau Kelapa Bima


Kali ini saya akan berbagi pengalamaan perjalanan saya ke pantai Lariti - Nangakala - Tanjung Meriam dan Pulau Kelapa.

Introduce dulu, pulau kelapa merupakan salah satu pulau kecil yang berada di perairan Sape Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat, tepatnya diperbatasan wilayah NTB sebelah timur. Secara administaratif pulau kelapa termasuk dalam wilayah kecamatan Lambu, kabupaten Bima-NTB. 

Sedikit tentang kecamatan Lambu, kecamatan ini naik daun setelah kejadian kerusuhan penolakan tambang emas pada akhir Desember tahun 2011 lalu. Terlepas dari itu, saya melihat dari kacamata kebumian, Lambu adalah surga titipan Allah di bagian timur pulau Sumbawa, keindahan alam, melimpahnya, SDA, dan tentu SDM yang kritis dan berkualitas. Bagi saya, Lambu adalah pintu masuk investasi ke Bima dari sebelah timur, 

Bicara pertanian? beberapa tempat di Lambu adalah ladang bawang yang potensial bagi warganya, padi dapat tumbuh subur di pedataran sekitar DAS dari sungai-sungai yang mengalir di Lambu. Satu lagi, Lambu memiliki bendungan besar yang cukup untuk menyuplai pasokan irigasi selama satu tahun penuh, serta safana yang luas di dataran Lambu adalah potensi peternakan yang luar biasa. Bicara industri? ini agak tabu di Bima. Tapi saya coba buka, secara geologi daerah Lambu adalah daerah mineralisasi yang kaya akan Emas dan Tembaga, mineralisasi yang diakibatkan oleh intrusi batuan beku muda terhadap batuan vulkanik tua yang menyusun sebagian besar daratan pulau Sumbawa. Berbicara Pariwisata? Lambu adalah jejeran pantai pasir putih nan indah yang membentang sepanjang pesisirnya, hal ini tidak lepas dari susunan batuan yang meyusun daerah pesisir kecamatan Lambu, dan salah satunya ya pulau kelapa ini lenga.

Tinggal pemerintah mencoba melihat peluang apa yang akan dimaksimalkan. Berbanggalah kalian yang terlahir di Lambu.
Peta Tematik Kec. Lambu
Kembali ke pulau Kelapa,,,
Meski asli Bima, namun saya juga awalnya kurang familiar dengan nama pulau ini, maklum saja letaknya yang cukup jauh dari daratan Bima membuat pulau satu ini kurang dibicarakan oleh masyarakat sekitar. Namun dengan perkembangan trend aktvitas traveller warga dunia saat ini, tak menampik bahwa tempat tempat tersembunyi dan jauh dari hiruk pikuk manusia menjadi incaran tersendiri bagi penikmat panorama. Tak terkecuali pulau Kelapa pun menjadi destinasi andalan yang saat ini banyak  diperbincangkan bagi penggemar wisata. Bahkan pulau Kelapa ini disebut sebut sebagai miniatur Raja Ampat Irian Jaya.

Tak pernah terlintas hendak menjajal pulau eksotis satu ini, bahkan saya sempat menolak ikut serta untuk menikmati alam Tanjung Meriam- Nangakala serta pulau Kelapa. Saat itu bertepatan dengan kepulanganku ke Bima, seorang teman mengajak untuk ikut tour bareng selama 3 hari dua malam. Dengan membayar 300 ribu perorang. Akhirnya saya luluh juga untuk ikut, yaa itung itung sambil menikmati kebersamaan bersama teman teman saat massa cuti.

Jumat 31 juli 2015 lalu, bersama advanture zone selaku EO yang menangani perjalanan ini, saya bersama 16 kawan lainnya pukul 9.00 wita bertolak menuju Sape. Mengingat teman teman lainnya adalah muslim, perjalanan pun kami putuskan di tunda hingga usai selesai sholat jumat.

Otw TPI Sape pake pick-up
Sekitar pukul dua siang, kami berkumpul di dermaga TPI Sape tempat boat yang akan kami gunakan. Udah panas - panas jalan ke dermaga tapi yaah musti sabar dulu atau kalemboade kalo orang Bima bilang, boat yang akan kami tumpangi kandas lantaran air laut surut. Terpaksa kami balik dulu ke basecamp sambil menunggu air pasang.

Lama menunggu kapan berangkat yang katanya pukul 21.00 wita malam nanti, teman teman pun berinisiatif mengisi waktu tersebut dengan pergi ke pantai Lariti yang berada di kecamatan Lambu, lokasi yang cukup terjangkau tanpa memakan banyak waktu menjadi pertimbangan kami memilih Lariti. Pantai Lariti ini selalu ramai di dikunjungi khususnya saat weekend. Dari Sape menuju Lariti dapat ditempuh dengan berkendaraan 20 menit saja. 

Dari cabang empat pelabuhan Sape, ambil arah jalan yang menuju kecamatan Lambu, di desa Sumi desa pertama yang dilalui ini lah, ada sebuah gang kecil yang akan menghantarkan lenga ke pantai Lariti. Kebetulan tidak ada establist atau palang nama pantai sebagai tanda, jadi lenga sebaiknya bertanya ke warga sekitar agar tidak tersesat ke pantai ini. Jalan menuju pantai Lariti sendiri masih belum di aspal, siap siap saja untuk menempuh jalanan bergelombang  karna jalan setapak yang berkerikil. Sebelum mencapai pantai Lariti, lenga terlebih dahulu akan melewati tambak udang tepat di sisi bibir pantai.

Kami tiba di pantai Lariti sekitar pukul 14.00 wita, sangatlah cerah dan sangatlah terik lenga, maklum kondisi cuaca Bima saat kamarau wajib seperti ini. Tapi menurut saya datang ke Lariti di tengah hari merupakan keputusan yang tepat, karna air tengah surut, yang berarti kita bisa melihat keunikan pantai ini yakni air lautnya yang terbelah. Jika lenga membayangkan kisah nabi Nuh yang dapat membelah laut dengan tongkatnya, seperti itulah sedikit gambaran pantai Lariti Bima.

View Lariti saat air surut
Saat air surut, maka akan nampak gundukan pasir seperti jalan kira kira sepanjang 70 meter yang menghubungkan bibir pantai dengan sebuah pulau kecil ditengah laut. Saat surut ini, lenga pun bisa dengan mudah berjalan kaki tanpa harus cuapek berenang menuju pulau kecil yang berada diseberang pantai.
Di pulau lariti ini pamandangannya cukup menarik dengan hamparan laut Flores dibagian timur, serta jejeran pegunungan Lambu dibagian barat.

View dari atas bukit pulau Lariti
Meski terbilang cukup populer di Bima, namun pantai Lariti ini minim fasilitas, apalagi penginapan ehhh malah ada tambak udang ding hehe, penjual pun nyaris tidak ditemukan disini, jadi bagi lenga yang hendak kesini jangan lupa bawa bekal. Total jarak pantai lariti dari kota Bima sekitar 75 kilometer.

Usai puas menikmati keindahan pantai Lariti, jelang sore kami pun pulang ke basecamp di Sape untuk bersiap melakukan ekpesidi ke Pulau Kelapa.

Sekitar pukul 23.00 wita, air laut di pesisir Sape mulai pasang, dan boat yang akan membawa ke tujuan sudah bisa merapat ke palabuhan.
Perjalanan malam yang cukup sunyi ditengah laut, diterangi bintang langit, serta debur ombak dan mesin boat menggema sepanjang perjalanan.  Sesekali boat yang kami tumpangi berpapasan dengan perahu nelayan yang tengah mencari ikan. Malam yang tenang.

Setelah melakukan perjalanan sekitar 2 jam lebih akhirnya kami sampai di tujuan pertama kami, yakni di pantai Nangakala. Namun sayang, saat hendak menepi boat kami lagi lagi kandas oleh karang, sehingga sulit merapat ke pantai, alhasil nampaknya akan bermalam di atas boat nih.

Tapi syukurlah nahkoda kami putar otak putar boat buat cari jalan biar boat bisa menepi ke pantai. Putar putar beberapa kali di sudut pantai akhirnya boat kami berhasil menepi. Para anggota ekspedisi langsung mendirikan tenda, dan kami pun mengistirahatkan tubuh. Malam yang cukup cerah, sebagian kami sudah terlelap tidur, dan sebagian lagi lebih memilih menghabiskan malam dengan hangatnya api unggun.

Sekitar pukul 5 pagi saatnya bangun untuk sholat subuh, udara yang segar ditemani hempasan ombak menjadikan pagi saat itu begitu tenang, saya dan kawan lainnya menikmati pagi ini dengan berjalan santai disekitar pantai yang berpasir hitam ini,  dan tak jauh dari perkemahan kami ternyata terdapat sebuah muara air tawar yang bisa digunakan oleh lenga buat mandi. Pasir pantai Nangakala berwana hitam pekat, disini lenga bisa menemukan bekas bongkahan karang karang berwarna merah hati, keren gaes.

I Love You
Pukul 6 pagi, saatnya duduk ditepi pantai sambil menunggu sunrise diufuk timur, wahhh cantik lenga, saat kami kesana cuaca sedang cerah jadi sunrise tepat muncul dari atas bukit disana, sejenak kami menghentikan aktivitas lainnya, dan menimati hangatnya matahari pagi yang akan menemani melakukan tracking ke lokasi  air terjun Nangakala yang menjadi list utama ke tempat ini.


Usai sarapan dan menikmati secangkir kopi ala anak pramuka, kami pun mulai bersiap menuju lokasi air terjun, berjalan kaki melewati pematang persawahan ladang warga, serta aliran sungai, 20 menit kemudian kami pun sampai di air terjun Nangakala.

Perjalanan menuju air terjun Nangakala
Air terjun Nangakala memiliki pancuran air yang cukup tinggi dan bertingkat tingkat, harus clibing dari batu satu ke batu yang lain, untuk bisa sampai ke lokasi air terjun ini.


Namun sayang, waktu kami kesana debit air sangat kecil bahkan nyaris kering, meski begitu tak mengurangi kekaguman kami menikmati jatuhan air disela-sela bebatuan bukit Nangakala.

Air terjun Nangakala
Setelah puas mandi dan mengabadikan lokasi ini, kami kembali dan membongkar tenda untuk selanjutnya segera cuss menuju pulau Kelapa.

Suasana perkemahan kami di Nangakala
Melakukan perjalanan boat sekitar 2 jam dari pantai Nagakala terasa singkat, sepanjang jalan menuju pulau Kelapa lenga akan disuguhi pemandangan pantai pasir putih daratan Lambu. Ummm tak seperti banyangku sebelumnya seperti dipantai Nangakala, Tiba di pantai pulau kelapa view lautnya sangat mempesona dengan perpaduan air yang jenih dengan bukit bukit kecil serta pantulan langit yang biru.
Dibeberapa sisi pantai kita bisa melihat nelayan yang tengah menyandarkan perahu mereka, sambil menunggu ikan tertangkap serta arus laut surut.

Sesaat setelah boat nyandar di pantai Kelapa
Mengingat sudah siang, waktunya isoma dulu lenga. Usai makan, teman teman yang hobi snorkling langsung masuk laut, terumbu karangnya masih alami, pokoknya semakin  memantaskan pantai ini layak untuk dikunjungi. Bahkan diwaktu sore, saat air laut surut, sejumlah anak anak nelayan berburu teripang.  Disini banyak sekali teripang lenga.

Terumbu karang muda pulau kelapa
Jangan berpuas diri menikmati pantai Kelapa dari bibir pantai saja, saya merekomendasikan lenga menyempatkan diri untuk naik ke punggung bukit yang berada di sebelah timur, bagi saya yang baru kali pertama menginjakkan kaki disini hanya kata waaaooow untuk melukiskan pemandangan yang ada di depan mata.

View Pulau Kelapa
Didepanku terhampar lautan berwarna hijau segar yang dibingkai oleh karang dan pasir putihh bersih, dibelakangku view lengkungan pasir putih menghadap laut yang biru.

View pantai kelapa

Saya bagi-bagikan lagi sepecial buat lenga beberapa view dari pantai keren ini.

View pantai kelapa saat surut
Waktunya groupie gengs
Ini sih matefie di pantai kelapa
Usai menikmati pantai pulau Kelapa, kami kembali harus melakukan tracking 1.5 jam lebih perjalanan untuk tiba di puncak bukit pulau Kelapa, yang akan menjadi lokasi peristirahatan kami.
Pulau Kelapa merupakan salah satu pulau terluar kabupaten Bima, di pulau ini juga dibangun sebuah menara pengawas untuk aktivitas pelayaran.

Jalur tracking
Konon diberi nama pulau Kelapa, karna di tempat ini terdapat sebuah pohon kelapa tua satu satunya yang tumbuh didekat mata air di pulau ini. Butuh berjalan sekitar 40 menit lah  dari sisi pantai untuk tiba di mata air ini, airnya segar,bersih dan tawar, jangan lupa mengisi termos serta alat simpan air lainnya lenga untuk bekal,  maklum diatas bukit sana sumber air so langka kaka.

Untuk  lenga yang kebetulan singgah dimata air ini, silahkan saja menggunakan dan mengambil air secukupnya, tapi ingat ya untuk tetap menjaga kebersihan dan jangan lupa menutup sumur bila selesai meggunakannya.

Mata air pulau kelapa
Tracking menuju perbukitan pulau kelapa saya rasa cukup melelahkan, maklum lemak sudah banyak nempel dibadan, terlebih jalannya cukup curam. Sekitar pukul 17.00 wita sore, kami tiba dipuncak pulau Kelapa saat sunset menyapa. Veiw sunset disini cukup indah, kalian akan melihat matahari yang tenggelam  di balik pegunungan wilayah kecamatan Wawo, dan Lambitu.

Kecapean lenga....
Usai menikmati sunset kami kembali kelokasi perkemahan untuk kembali membangun tenda. Disini terdapat sebuah mes karyawan dari dinas perhubungan dan syukur alhamdulillah bapak bapak yang baik hati ini berkenan menawarkan kami untuk menginap di aula mess.

Aula di Pulau Kelapa
Malam menjemput, kami habiskan dengan bercerita sambil membuat api unggun bersama teman yang lain.

Sunrise pulau kelapa
Pagi hari, kembali waktunya berburu sunrise. Maklum dari atas perbukitan ini baik sunset atau pun sunrise sama sama bisa dinikmati. Saya pun mencari tempat yang tepat untuk menikmati kopi, ya salah satunya dibukit samping tower ini menurut saya, disini pemandangannya sangat bagus dengan hamparan laut dibawah sana. Dari titik ini, lenga bisa menikmati view sempurna bukit bukit kecil menjulang ditengah laut. Yup pemandangan pulau kelapa yang saya bicarakan inilah yang kerap disebut sebut sebagai miniatur raja ampat Irianjaya.

Pagi ini ditemani cewe kece dan secangkir kopi dengan view pulau Kelapa, wah Perpect!

View pagi dari puncak pulau kelapa







Jauh mata memandang, akan terlihat gugusan pulau Komodo diseberang timur sana. Menikmati pulau Kelapa mungkin sangat rugi bila dari satu  sisi, lenga harus mengeksplor pulau ini dari berbagai sisi. Tapi harus hati hatinya, agar tidak jatuh.

View di puncak pulau kelapa
View puncak pulau kelapa sebelah timur
View bukit ala raja ampat
Saat matahari diatas kepala, kami pun kembali ke boat yang sudah menunggu di pantai.


Sebelum berlabuh ke Sape, kami menyelesaikan trip kali ini  ke tujuan ke 3 yakni  tanjung Meriam, pantai tanjung Meriam memiliki pasir putih halus, air yang biru toska bikin mata makin segar. Pokoknya mantap lenga.

Pantai tanjung meriam
Pantai tanjung meriam
Tak hanya pantai, tanjung Meriam terkenal lantaran tebing pantainya tersusun dari bebatuan bulat panjang seperti meriam, unik kan lenga. Tebing tebing ini tersusun dari ribuan bebatuan yang ukuran nyaris sama. Ini cukup menarik perhatian saya, batu batuan yang tersusun rapi itu adalah kuasa Allah yang diperlihatkan ke umat manusia.

Colomnar join tanjung meriam
Secara teori batuan tersebut adalah suatu kekar tiang (columnar joint) dari basalat, terjadi akibat penurunan suhu yang sangat drastis pada aliran lava saat proses vulkanisme. Artinya sekitaran tempat tersebut pernah merupakan suatu Gunung Api aktif. Namun untuk masyarakat Bima percaya bahwa konon dahulu kala, daerah ini katanya merupakan daerah pertahanan atau benteng kesultan Bima saat melawan pejajah.

Oh ya terdapat sebuah mitos yang dipercaya oleh masyarakat sekitar mengenai tanjung Meriam ini, bahwa bila mengunjungi daerah ini lenga tidak diperkenankan membawa pasir atau pun bebatauan yang berasal dari tanjung meriam, bila dilanggar maka petaka akan melanda. Mungkin mitos ini maksudnya agar kita selalu melestarikan dan tidak merusak alam tanjung Meriam yaa lenga.

Colomnar Joint Tanjung Meriam
Colomnar Joint Tanjung Meriam
Entah ini kebetulan atau emang mesin boat lagi soak, saat dalam perjalanan pulang boat yang kami tumpangi mesinnya sempat mati beberapa menit, cek percek ternyata ada salah satu penumpang boat yang membawa pasir, satu karung pula dari tanjung Meriam. Setelah pasir diturunkan dilaut, mesin pun kembali nyala, Sereem kan lenga?


2 jam berikutnya kami pun tiba dipelabuhan Sape. Perjalanan yang cukup panjang dan menyenangkan, sampe jumpa.