Menyusuri
Harmoni Budaya dan Alam di Desa Maria, Sebagai Suatu Potensi Ekowisata yang
Layak Dikembangkan
Jika Anda mencari destinasi
wisata yang tidak hanya indah dipandang mata tetapi juga sarat makna, Desa
Maria di Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, bisa menjadi jawabannya. Desa ini
bukan sekadar tempat singgah, melainkan ruang hidup yang memadukan budaya, alam,
dan kebersamaan warganya.
Desa Maria terletak di Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Desa ini berada di lereng perbukitan Wawo yang sejuk, sekitar 14 kilometer arah timur dari Kota Bima. Secara administratif, Desa Maria merupakan bagian dari kawasan pegunungan yang terkenal dengan rumah adat Uma Lengge dan tradisi masyarakat Wawo yang masih kental.
🚗 Cara Mencapai Desa Maria: Dari Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima → perjalanan sekitar 45 menit menggunakan mobil atau sepeda motor menuju arah timur ke Kecamatan Wawo. Dari Kota Bima → perjalanan darat sekitar 30–40 menit dengan jalur berkelok menanjak, melewati perbukitan hijau yang indah. Transportasi Umum → tersedia angkutan desa (bemo atau minibus lokal) dari Kota Bima menuju Wawo, meski jadwalnya tidak terlalu rutin. Disarankan menggunakan kendaraan sewa atau pribadi agar lebih fleksibel.
✨ Ikon utama Desa Maria adalah Uma Lengge, rumah adat berbentuk panggung dengan atap runcing yang sejak ratusan tahun lalu berdiri kokoh di tengah desa. Setiap tiang dan atapnya bercerita tentang kearifan orang Wawo dalam menghadapi alam. Menginjakkan kaki di sana serasa kembali ke masa lalu, di mana gotong royong menjadi nafas kehidupan.
![]() |
Uma Lengge |
✨
“Tradisi lokal di Desa Maria masih berdenyut kuat dalam kehidupan
sehari-hari. Atraksi budaya seperti Makatua, Mpaa Manca, dan Mpaa Ntumbu bukan
hanya tontonan seremonial, tetapi juga wujud nyata dari kearifan dan
kebersamaan masyarakat Wawo. Makatua, misalnya, adalah ritual yang sarat makna kritik
sosial dan penghormatan pada pemimpin, Sementara Mpaa Manca—permainan tradisional
yang mengandalkan kelincahan dan ketahanan fisik dan mental—menjadi ajang adu
keterampilan sekaligus hiburan rakyat yang syarat nilai budaya. Adapun Mpaa
Ntumbu menampilkan kekuatan dan semangat solidaritas antarwarga dalam bentuk
adu ketangkasan yang penuh sportivitas. Bagi wisatawan, menyaksikan atau bahkan
mencoba ikut serta dalam atraksi ini memberikan pengalaman yang berbeda: budaya
di Desa Maria bukanlah sesuatu yang dipoles untuk wisata semata, melainkan
tradisi yang masih hidup, dijalankan dengan tulus, dan diwariskan lintas
generasi.”
![]() |
Gambar Mpaa Manca |
✨ *“Alam Desa Maria pun tak kalah
mempesona. Di tengah perbukitan Wawo, terdapat pasanggerahan Oi Wobo, sebuah
sumber air alami yang jernih dan sejuk. Tempat ini sejak lama menjadi
permandian serta ruang pertemuan warga, baik untuk mandi, mencuci, maupun
sekadar melepas penat sambil bercengkerama. Kini, Oi Wobo juga berkembang
menjadi kolam renang pemandian umum yang dikelola oleh pemerintah dengan
melibatkan masyarakat setempat. Wisatawan dapat menikmati kesegaran air
pegunungan sambil beristirahat dengan tenang. Untuk menunjang kenyamanan, di Pasanggerahan
Oi Wobo yang merupakan permandian
yang dikelola oleh pemerintah ini telah tersedia fasilitas sederhana seperti
area bilas, warung makan, hingga penginapan bagi wisatawan yang ingin bermalam
lebih lama. Suasananya teduh, suara gemericik air berpadu dengan rimbun
pepohonan, menghadirkan ketenangan khas pedesaan yang sulit ditemukan di
perkotaan.
![]() |
Pasanggerahan Oi Wobo |
Tak jauh dari sana, hamparan sawah terasering So Diwu Wau menyuguhkan panorama hijau berundak yang begitu indah dipandang mata. Saat musim tanam, petak-petak sawah tampak berkilau seperti cermin raksasa yang memantulkan langit, sementara pada musim panen, lautan padi menguning menyuguhkan pemandangan yang menyejukkan jiwa. Rimbunnya pepohonan kelapa menambah kesejukan dan kesegaran lokasi ini. Bagi wisatawan yang ingin lebih dari sekadar berkunjung, So Diwu Wau menyimpan potensi besar untuk dikembangkan sebagai ekofarm stay. Bayangkan pengalaman menginap di tengah sawah, bangun pagi dengan udara segar, lalu belajar langsung cara bercocok tanam bersama petani lokal. Inilah kesempatan untuk merasakan denyut kehidupan desa secara utuh—alami, sederhana, namun penuh makna.”*
Potensi ini bukan tanpa tantangan. Aks es masih terbatas, promosi belum gencar, dan fasilitas sederhana. Tapi justru di situlah letak daya tariknya: wisata di Desa Maria menawarkan kesederhanaan, keaslian, dan keramahan yang tulus.
Ini adalah cerita indah kekayaan
alam dan kekayaan budaya masyarakat yang bisa dikelola menjadi suata sestem Ekowisata
Berkelanjutan dan terintegrasi. Kekayaan alam dan budaya ini sangat cocok
dengan karakter wisata minat khusun berupa Ekowisata yang menekankan pada konsep
4A ; Attraction, Accessibility, Amenities dan Ancilliary.
Atraksi berkaitan
dengan apa yang bisa dilihat (what to see), apa yang bisa dilakukan (what
to do), apa yang bisa dibeli (what to buy) di suatu destinasi
wisata sehingga bisa menjadi unsur daya tarik dan magnet bagi kedatangan
wisatawan di suatu lokasi wisata. Bagaimana kedepan kita meningkatkan
keempat potensi wisata Uma Lengge, Oi Wobo dan diwu Wawu serta atraksi
adat yang medukung ini sehingga menarik layak untuk dilihat, memiliki nilai
edukasi serta hasil hasil kerajinan lokal khas kita dapat dibeli. Aksesibilitas
merupakan sarana dan infrastruktur menuju destinasi. Perbaikan akses dan
kemampuan menjaga ketertiban dan keamanan di lokasi wisata akan menjadi nilai
penting dalam hal ini. Ini sejalan dengan masyarakat Wawo yang terkenal dengan
keramahn dan keamanan daerahnya. Amenitas merupakan segala fasilitas
pendukung destinasi wisata. Fasilitas penginapa dan lain2 memang masih
kurang, tapi itu harus menjadi tantangan kita kedepan dalam pengembangan wisata
di Desa Maria. Ancilliary merupakan lembaga pendukung dalam
pelaksaaan parawisata, baik Pemerintah maupun kelompok masyarakat dan
investor harus bisa bersinergi dalam pengembangan Pariwisata yang ramah
lingkungan.
![]() |
Atraksi Makatua |
Namun ini bukalan buah matang
yang bisa langsung dipetik hasilnya, perlu suatu pengembangan yang kolaboratif,
bentuk kerjasama lintas sektor antara pemerintah, pengelola, masyarakat dan
mungkin saja Investor Swasta dalam mengembangkan potensi ini. Perlu dibuat
suatu kerangka pengelolaan yang menarik, promosi yang signifikan, ivent2 yang
meriah dan menarik sehingga Potensi ini tidak hanya menjadi sebatas potensi,
tapo benar benar menjadi sesuatu yang dapat menjadi peningkatan ekonomi
masyarakat setempat.
Sejauh ini, Pokdarwis Desa
Maria sebagai tulang punggung pengelolaan Uma Lengge khususnya telah
sangat bekerja keras dalam pengembangan dan pengelolaan wisata di desa Maria.
Akan tetapi tantangan kedepan adalah bagaiman wisata tersebut bisa
berkelanjutan, berdayasaing, dan memberikan hasil ekonomi yang signifikan untuk
masyarakat. Perlu pengelolaan yang lebih profesional sehingga potensi besar wisata
ini bukan lagi menjadi pekerjaan sampingan, tapi bisa berkembang menjadi suatu
lapangan kerja baru bagi masyarakat setempat.
![]() |
Atraksi Mpaa Ntumbu |
Ke depan, masyarakat Desa Maria tidak boleh berjalan sendiri. Mereka bersama pemerintah daerah dan pihak swasta jika memungkinkan, harus mulai merancang berbagai program pengembangan ekowisata. Mencoba menggelar Festival budaya tahunan sebagai panggung untuk menampilkan atraksi tradisi seperti Makatua, Mpaa Manca, dan Mpaa Ntumbu, sehingga wisatawan punya alasan kembali setiap tahunnya. Paket edukasi Uma Lengge harus bisa memberi kesempatan bagi pelajar maupun wisatawan untuk belajar langsung tentang sejarah, filosofi, dan kearifan rumah adat yang ikonik itu. Sementara itu, promosi digital harus dimasivekan, sehingga keindahan Desa Maria dapat dikenal lebih luas, menyentuh wisatawan yang mungkin belum pernah mendengar nama Desa Maria sebelumnya.
Konsep yang harus dibangun ini
bukanlah wisata biasa, melainkan ekowisata—sebuah pendekatan pariwisata yang
berusaha menyeimbangkan empat hal: konservasi alam dan budaya, edukasi, keterlibatan
masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Artinya,
setiap kegiatan wisata di Desa Maria diupayakan tidak merusak lingkungan, tetap
menghargai kearifan lokal, dan pada saat yang sama memberi manfaat ekonomi bagi
warga.
Semua langkah ini diharapkan agar
ekowisata di Desa Maria tetap berpijak pada tiga pijakan utama: menjaga alam
sebagai warisan kehidupan, merawat budaya sebagai identitas, dan
menyejahterakan masyarakat sebagai tujuan akhir. Dengan begitu, wisata di Desa
Maria tidak hanya menghadirkan pengalaman berkunjung, tetapi juga membangun
masa depan yang berkelanjutan bagi warganya.”*
Jadi, jika suatu hari Anda
berkunjung ke Bima, jangan lewatkan Desa Maria. Di sana, Anda tidak hanya jadi
wisatawan, tetapi juga bagian dari cerita tentang harmoni manusia, budaya, dan
alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar