Kali ini saya akan berbagi pengalamaan perjalanan saya ke pantai Lariti - Nangakala - Tanjung Meriam dan Pulau Kelapa.
Introduce dulu, pulau kelapa merupakan salah satu pulau kecil yang berada di perairan Sape Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat, tepatnya diperbatasan wilayah NTB sebelah timur. Secara administaratif pulau kelapa termasuk dalam wilayah kecamatan Lambu, kabupaten Bima-NTB.
Sedikit tentang kecamatan Lambu, kecamatan ini naik daun setelah kejadian kerusuhan penolakan tambang emas pada akhir Desember tahun 2011 lalu. Terlepas dari itu, saya melihat dari kacamata kebumian, Lambu adalah surga titipan Allah di bagian timur pulau Sumbawa, keindahan alam, melimpahnya, SDA, dan tentu SDM yang kritis dan berkualitas. Bagi saya, Lambu adalah pintu masuk investasi ke Bima dari sebelah timur,
Bicara pertanian? beberapa tempat di Lambu adalah ladang bawang yang potensial bagi warganya, padi dapat tumbuh subur di pedataran sekitar DAS dari sungai-sungai yang mengalir di Lambu. Satu lagi, Lambu memiliki bendungan besar yang cukup untuk menyuplai pasokan irigasi selama satu tahun penuh, serta safana yang luas di dataran Lambu adalah potensi peternakan yang luar biasa. Bicara industri? ini agak tabu di Bima. Tapi saya coba buka, secara geologi daerah Lambu adalah daerah mineralisasi yang kaya akan Emas dan Tembaga, mineralisasi yang diakibatkan oleh intrusi batuan beku muda terhadap batuan vulkanik tua yang menyusun sebagian besar daratan pulau Sumbawa. Berbicara Pariwisata? Lambu adalah jejeran pantai pasir putih nan indah yang membentang sepanjang pesisirnya, hal ini tidak lepas dari susunan batuan yang meyusun daerah pesisir kecamatan Lambu, dan salah satunya ya pulau kelapa ini lenga.
Tinggal pemerintah mencoba melihat peluang apa yang akan dimaksimalkan. Berbanggalah kalian yang terlahir di Lambu.
|
Peta Tematik Kec. Lambu |
Kembali ke pulau Kelapa,,,
Meski asli Bima, namun saya juga awalnya kurang familiar dengan nama pulau ini, maklum saja letaknya yang cukup jauh dari daratan Bima membuat pulau satu ini kurang dibicarakan oleh masyarakat sekitar. Namun dengan perkembangan trend aktvitas traveller warga dunia saat ini, tak menampik bahwa tempat tempat tersembunyi dan jauh dari hiruk pikuk manusia menjadi incaran tersendiri bagi penikmat panorama. Tak terkecuali pulau Kelapa pun menjadi destinasi andalan yang saat ini banyak diperbincangkan bagi penggemar wisata. Bahkan pulau Kelapa ini disebut sebut sebagai miniatur Raja Ampat Irian Jaya.
Tak pernah terlintas hendak menjajal pulau eksotis satu ini, bahkan saya sempat menolak ikut serta untuk menikmati alam Tanjung Meriam- Nangakala serta pulau Kelapa. Saat itu bertepatan dengan kepulanganku ke Bima, seorang teman mengajak untuk ikut tour bareng selama 3 hari dua malam. Dengan membayar 300 ribu perorang. Akhirnya saya luluh juga untuk ikut, yaa itung itung sambil menikmati kebersamaan bersama teman teman saat massa cuti.
Jumat 31 juli 2015 lalu, bersama advanture zone selaku EO yang menangani perjalanan ini, saya bersama 16 kawan lainnya pukul 9.00 wita bertolak menuju Sape. Mengingat teman teman lainnya adalah muslim, perjalanan pun kami putuskan di tunda hingga usai selesai sholat jumat.
|
Otw TPI Sape pake pick-up |
Sekitar pukul dua siang, kami berkumpul di dermaga TPI Sape tempat boat yang akan kami gunakan. Udah panas - panas jalan ke dermaga tapi yaah musti sabar dulu atau kalemboade kalo orang Bima bilang, boat yang akan kami tumpangi kandas lantaran air laut surut. Terpaksa kami balik dulu ke basecamp sambil menunggu air pasang.
Lama menunggu kapan berangkat yang katanya pukul 21.00 wita malam nanti, teman teman pun berinisiatif mengisi waktu tersebut dengan pergi ke pantai Lariti yang berada di kecamatan Lambu, lokasi yang cukup terjangkau tanpa memakan banyak waktu menjadi pertimbangan kami memilih Lariti. Pantai Lariti ini selalu ramai di dikunjungi khususnya saat weekend. Dari Sape menuju Lariti dapat ditempuh dengan berkendaraan 20 menit saja.
Dari cabang empat pelabuhan Sape, ambil arah jalan yang menuju kecamatan Lambu, di desa Sumi desa pertama yang dilalui ini lah, ada sebuah gang kecil yang akan menghantarkan lenga ke pantai Lariti. Kebetulan tidak ada establist atau palang nama pantai sebagai tanda, jadi lenga sebaiknya bertanya ke warga sekitar agar tidak tersesat ke pantai ini. Jalan menuju pantai Lariti sendiri masih belum di aspal, siap siap saja untuk menempuh jalanan bergelombang karna jalan setapak yang berkerikil. Sebelum mencapai pantai Lariti, lenga terlebih dahulu akan melewati tambak udang tepat di sisi bibir pantai.
Kami tiba di pantai Lariti sekitar pukul 14.00 wita, sangatlah cerah dan sangatlah terik lenga, maklum kondisi cuaca Bima saat kamarau wajib seperti ini. Tapi menurut saya datang ke Lariti di tengah hari merupakan keputusan yang tepat, karna air tengah surut, yang berarti kita bisa melihat keunikan pantai ini yakni air lautnya yang terbelah. Jika lenga membayangkan kisah nabi Nuh yang dapat membelah laut dengan tongkatnya, seperti itulah sedikit gambaran pantai Lariti Bima.
|
View Lariti saat air surut |
Saat air surut, maka akan nampak gundukan pasir seperti jalan kira kira sepanjang 70 meter yang menghubungkan bibir pantai dengan sebuah pulau kecil ditengah laut. Saat surut ini, lenga pun bisa dengan mudah berjalan kaki tanpa harus cuapek berenang menuju pulau kecil yang berada diseberang pantai.
Di pulau lariti ini pamandangannya cukup menarik dengan hamparan laut Flores dibagian timur, serta jejeran pegunungan Lambu dibagian barat.
|
View dari atas bukit pulau Lariti |
Meski terbilang cukup populer di Bima, namun pantai Lariti ini minim fasilitas, apalagi penginapan ehhh malah ada tambak udang ding hehe, penjual pun nyaris tidak ditemukan disini, jadi bagi lenga yang hendak kesini jangan lupa bawa bekal. Total jarak pantai lariti dari kota Bima sekitar 75 kilometer.
Usai puas menikmati keindahan pantai Lariti, jelang sore kami pun pulang ke basecamp di Sape untuk bersiap melakukan ekpesidi ke Pulau Kelapa.
Sekitar pukul 23.00 wita, air laut di pesisir Sape mulai pasang, dan boat yang akan membawa ke tujuan sudah bisa merapat ke palabuhan.
Perjalanan malam yang cukup sunyi ditengah laut, diterangi bintang langit, serta debur ombak dan mesin boat menggema sepanjang perjalanan. Sesekali boat yang kami tumpangi berpapasan dengan perahu nelayan yang tengah mencari ikan. Malam yang tenang.
Setelah melakukan perjalanan sekitar 2 jam lebih akhirnya kami sampai di tujuan pertama kami, yakni di pantai Nangakala. Namun sayang, saat hendak menepi boat kami lagi lagi kandas oleh karang, sehingga sulit merapat ke pantai, alhasil nampaknya akan bermalam di atas boat nih.
Tapi syukurlah nahkoda kami putar otak putar boat buat cari jalan biar boat bisa menepi ke pantai. Putar putar beberapa kali di sudut pantai akhirnya boat kami berhasil menepi. Para anggota ekspedisi langsung mendirikan tenda, dan kami pun mengistirahatkan tubuh. Malam yang cukup cerah, sebagian kami sudah terlelap tidur, dan sebagian lagi lebih memilih menghabiskan malam dengan hangatnya api unggun.
Sekitar pukul 5 pagi saatnya bangun untuk sholat subuh, udara yang segar ditemani hempasan ombak menjadikan pagi saat itu begitu tenang, saya dan kawan lainnya menikmati pagi ini dengan berjalan santai disekitar pantai yang berpasir hitam ini, dan tak jauh dari perkemahan kami ternyata terdapat sebuah muara air tawar yang bisa digunakan oleh lenga buat mandi. Pasir pantai Nangakala berwana hitam pekat, disini lenga bisa menemukan bekas bongkahan karang karang berwarna merah hati, keren gaes.
|
I Love You |
Pukul 6 pagi, saatnya duduk ditepi pantai sambil menunggu sunrise diufuk timur, wahhh cantik lenga, saat kami kesana cuaca sedang cerah jadi sunrise tepat muncul dari atas bukit disana, sejenak kami menghentikan aktivitas lainnya, dan menimati hangatnya matahari pagi yang akan menemani melakukan tracking ke lokasi air terjun Nangakala yang menjadi list utama ke tempat ini.
Usai sarapan dan menikmati secangkir kopi ala anak pramuka, kami pun mulai bersiap menuju lokasi air terjun, berjalan kaki melewati pematang persawahan ladang warga, serta aliran sungai, 20 menit kemudian kami pun sampai di air terjun Nangakala.
|
Perjalanan menuju air terjun Nangakala |
Air terjun Nangakala memiliki pancuran air yang cukup tinggi dan bertingkat tingkat, harus clibing dari batu satu ke batu yang lain, untuk bisa sampai ke lokasi air terjun ini.
Namun sayang, waktu kami kesana debit air sangat kecil bahkan nyaris kering, meski begitu tak mengurangi kekaguman kami menikmati jatuhan air disela-sela bebatuan bukit Nangakala.
|
Air terjun Nangakala |
Setelah puas mandi dan mengabadikan lokasi ini, kami kembali dan membongkar tenda untuk selanjutnya segera cuss menuju pulau Kelapa.
|
Suasana perkemahan kami di Nangakala |
Melakukan perjalanan boat sekitar 2 jam dari pantai Nagakala terasa singkat, sepanjang jalan menuju pulau Kelapa lenga akan disuguhi pemandangan pantai pasir putih daratan Lambu. Ummm tak seperti banyangku sebelumnya seperti dipantai Nangakala, Tiba di pantai pulau kelapa view lautnya sangat mempesona dengan perpaduan air yang jenih dengan bukit bukit kecil serta pantulan langit yang biru.
Dibeberapa sisi pantai kita bisa melihat nelayan yang tengah menyandarkan perahu mereka, sambil menunggu ikan tertangkap serta arus laut surut.
|
Sesaat setelah boat nyandar di pantai Kelapa |
Mengingat sudah siang, waktunya isoma dulu lenga. Usai makan, teman teman yang hobi snorkling langsung masuk laut, terumbu karangnya masih alami, pokoknya semakin memantaskan pantai ini layak untuk dikunjungi. Bahkan diwaktu sore, saat air laut surut, sejumlah anak anak nelayan berburu teripang. Disini banyak sekali teripang lenga.
|
Terumbu karang muda pulau kelapa |
Jangan berpuas diri menikmati pantai Kelapa dari bibir pantai saja, saya merekomendasikan lenga menyempatkan diri untuk naik ke punggung bukit yang berada di sebelah timur, bagi saya yang baru kali pertama menginjakkan kaki disini hanya kata waaaooow untuk melukiskan pemandangan yang ada di depan mata.
|
View Pulau Kelapa |
Didepanku terhampar lautan berwarna hijau segar yang dibingkai oleh karang dan pasir putihh bersih, dibelakangku view lengkungan pasir putih menghadap laut yang biru.
|
View pantai kelapa |
|
|
Saya bagi-bagikan lagi sepecial buat lenga beberapa view dari pantai keren ini.
|
View pantai kelapa saat surut |
|
Waktunya groupie gengs |
|
Ini sih matefie di pantai kelapa |
Usai menikmati pantai pulau Kelapa, kami kembali harus melakukan tracking 1.5 jam lebih perjalanan untuk tiba di puncak bukit pulau Kelapa, yang akan menjadi lokasi peristirahatan kami.
Pulau Kelapa merupakan salah satu pulau terluar kabupaten Bima, di pulau ini juga dibangun sebuah menara pengawas untuk aktivitas pelayaran.
|
Jalur tracking |
Konon diberi nama pulau Kelapa, karna di tempat ini terdapat sebuah pohon kelapa tua satu satunya yang tumbuh didekat mata air di pulau ini. Butuh berjalan sekitar 40 menit lah dari sisi pantai untuk tiba di mata air ini, airnya segar,bersih dan tawar, jangan lupa mengisi termos serta alat simpan air lainnya lenga untuk bekal, maklum diatas bukit sana sumber air so langka kaka.
Untuk lenga yang kebetulan singgah dimata air ini, silahkan saja menggunakan dan mengambil air secukupnya, tapi ingat ya untuk tetap menjaga kebersihan dan jangan lupa menutup sumur bila selesai meggunakannya.
|
Mata air pulau kelapa |
Tracking menuju perbukitan pulau kelapa saya rasa cukup melelahkan, maklum lemak sudah banyak nempel dibadan, terlebih jalannya cukup curam. Sekitar pukul 17.00 wita sore, kami tiba dipuncak pulau Kelapa saat sunset menyapa. Veiw sunset disini cukup indah, kalian akan melihat matahari yang tenggelam di balik pegunungan wilayah kecamatan Wawo, dan Lambitu.
|
Kecapean lenga.... |
Usai menikmati sunset kami kembali kelokasi perkemahan untuk kembali membangun tenda. Disini terdapat sebuah mes karyawan dari dinas perhubungan dan syukur alhamdulillah bapak bapak yang baik hati ini berkenan menawarkan kami untuk menginap di aula mess.
|
Aula di Pulau Kelapa |
Malam menjemput, kami habiskan dengan bercerita sambil membuat api unggun bersama teman yang lain.
|
Sunrise pulau kelapa |
Pagi hari, kembali waktunya berburu sunrise. Maklum dari atas perbukitan ini baik sunset atau pun sunrise sama sama bisa dinikmati. Saya pun mencari tempat yang tepat untuk menikmati kopi, ya salah satunya dibukit samping tower ini menurut saya, disini pemandangannya sangat bagus dengan hamparan laut dibawah sana. Dari titik ini, lenga bisa menikmati view sempurna bukit bukit kecil menjulang ditengah laut. Yup pemandangan pulau kelapa yang saya bicarakan inilah yang kerap disebut sebut sebagai miniatur raja ampat Irianjaya.
Pagi ini ditemani cewe kece dan secangkir kopi dengan view pulau Kelapa, wah Perpect!
|
View pagi dari puncak pulau kelapa |
|
|
|
|
|
|
|
|
Jauh mata memandang, akan terlihat gugusan pulau Komodo diseberang timur sana. Menikmati pulau Kelapa mungkin sangat rugi bila dari satu sisi, lenga harus mengeksplor pulau ini dari berbagai sisi. Tapi harus hati hatinya, agar tidak jatuh.
|
View di puncak pulau kelapa |
|
View puncak pulau kelapa sebelah timur |
|
View bukit ala raja ampat |
Saat matahari diatas kepala, kami pun kembali ke boat yang sudah menunggu di pantai.
Sebelum berlabuh ke Sape, kami menyelesaikan trip kali ini ke tujuan ke 3 yakni tanjung Meriam, pantai tanjung Meriam memiliki pasir putih halus, air yang biru toska bikin mata makin segar. Pokoknya mantap lenga.
|
Pantai tanjung meriam |
|
Pantai tanjung meriam |
Tak hanya pantai, tanjung Meriam terkenal lantaran tebing pantainya tersusun dari bebatuan bulat panjang seperti meriam, unik kan lenga. Tebing tebing ini tersusun dari ribuan bebatuan yang ukuran nyaris sama. Ini cukup menarik perhatian saya, batu batuan yang tersusun rapi itu adalah kuasa Allah yang diperlihatkan ke umat manusia.
|
Colomnar join tanjung meriam |
Secara teori batuan tersebut adalah suatu kekar tiang (columnar joint) dari basalat, terjadi akibat penurunan suhu yang sangat drastis pada aliran lava saat proses vulkanisme. Artinya sekitaran tempat tersebut pernah merupakan suatu Gunung Api aktif. Namun untuk masyarakat Bima percaya bahwa konon dahulu kala, daerah ini katanya merupakan daerah pertahanan atau benteng kesultan Bima saat melawan pejajah.
Oh ya terdapat sebuah mitos yang dipercaya oleh masyarakat sekitar mengenai tanjung Meriam ini, bahwa bila mengunjungi daerah ini lenga tidak diperkenankan membawa pasir atau pun bebatauan yang berasal dari tanjung meriam, bila dilanggar maka petaka akan melanda. Mungkin mitos ini maksudnya agar kita selalu melestarikan dan tidak merusak alam tanjung Meriam yaa lenga.
|
Colomnar Joint Tanjung Meriam |
|
Colomnar Joint Tanjung Meriam |
Entah ini kebetulan atau emang mesin boat lagi soak, saat dalam perjalanan pulang boat yang kami tumpangi mesinnya sempat mati beberapa menit, cek percek ternyata ada salah satu penumpang boat yang membawa pasir, satu karung pula dari tanjung Meriam. Setelah pasir diturunkan dilaut, mesin pun kembali nyala, Sereem kan lenga?
2 jam berikutnya kami pun tiba dipelabuhan Sape. Perjalanan yang cukup panjang dan menyenangkan, sampe jumpa.